Ke mana uang TPPU BTS Achsanul Qosasi mengalir?
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami aliran uang Rp40 miliar yang diterima tersangka kasus dugaan korupsi BTS 4G, Achsanul Qosasi. Pengusutan dilakukan dengan memeriksa beberapa saksi, dari sopir, ajudan, sekretaris, hingga pegawai BPK terkait pada Senin (6/11).
Uang tersebut diserahkan terdakwa sekaligus Komisaris PT Solitech Media Sinergy kala itu, Irwan Hermawan, melalui orang kepercayaannya sekaligus terdakwa, Windi Purnama, di sebuah hotel pada 19 Juli 2022. Duit diterima Achsanul melalui perantara bernama Sadikin Rusli.
Penyerahan uang kepada Achsanul sesuai arahan Direktur Utama BAKTI Kominfo kala itu, Anang Achmad Latif. Sebab, sudah merasa megaproyek BTS bermasalah dan akan berujung pada audit BPK. Kominfo merupakan salah satu objek tugas dan wewenang anggota III BPK selain 40 kementerian/lembaga negara lainnya.
Adapun Sadikin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi BTS, 15 Oktober. Ia disangkakan melanggar Pasal 12B atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau Pasal 5 Ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kasubdit Penyidikan Korupsi dan TPPU Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Haryoko Ari Prabowo, mengatakan, penelusuran aliran uang yang diterima Achsanul dilakukan karena dijerat pasal TPPU.
"Kalau TPPU untuk AQ, itu, kan, memang sudah ditetapkan. Sekarang, kita sedang melakukan pendalaman untuk menelusuri uangnya itu ke mana saja," katanya, Rabu (8/11). Achsanul dijerat Pasal 12 b, Pasal 12 e, atau Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) UU TPPU.
Prabowo melanjutkan, penyidik akan melakukan penelusuran hingga ke bisnis yang digeluti Achsanul, Madura United. Namun, belum dilakukan hingga kini. Klub Liga 1 Indonesia itu dimiliki Achsanul melalui PT Polana Bola Madura Bersatu.
"Kita memang belum sampai ke sana. Tetapi, semuanya pasti kita dalami aset-asetnya ini," jelasnya.
Pernyataan senada disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana. "Saya belum dapat infonya," ujarnya saat dikonfirmasi Alinea.id.
Terpisah, Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) mendukung langkah Kejagung mengusut tuntas aliran dana Rp40 miliar yang diterima Achsanul. Bahkan, menjadi kewajiban bagi Bendahara PSSI 2007-2011 itu untuk mengembalikannya.
"Sudah seharusnya jika penyidik melakukan penelusuran uang Rp40 M itu mengalir ke mana saja. Dan AQ harus mengembalikannya di luar denda yang ditetapkan berdasar putusan pengadilan [kelak]," tutur Wakil ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, kepada Alinea.id.
Modus pencucian uang
Lebih jauh, Kurniawan menerangkan, pencucian uang dilakukan agar uang haram yang diterima menjadi bersih sehingga terbebas dari jerat hukum. Modusnya beragam, seperti digunakan untuk usaha hingga pembelian aset.
"Kalau bisa dapat untung. Kalau tidak bisa, setidaknya pelaku tidak harus mengeluarkan biaya dari jerih payahnya (uang bersih, red)," ucapnya.
"Seringkali uang kotor dan uang bersih dicampur agar mendapatkan uang bersih. Maka, tak aneh kalau pelaku TPPU menginventasikan uang kotornya dalam bentuk saham-saham ke bidang-bidang usaha yang suatu saat akan menghasilkan keuntungan, termasuk di dalamnya klub bola. Masuknya bisa dalam bentuk iklan dan bahkan bisa saja untuk membayar para pemain bola," imbuhnya.
Menurut Kurniawan, tidak sukar mengusut ke mana uang TPPU dilarikan. Utamanya jika perpindahan dilakukan dengan cara transfer melalui rekening.
"Kalaupun dibelikan aset, biasanya atas nama orang-orang terdekat (keluarga, red). Jarang sekali orang di luar keluarga sekalipun dia orang kepercayaan," yakinnya.
"Yang harus dicermati betul oleh penyidik adalah bentuk pencucian uang melalui pasar crypto. Untuk itu, penyidik wajib menyita semua HP milik AQ," sambungnya.
Penerima saweran
Terbongkarnya Achsanul dan Sadikin dalam perkara BTS tidak lepas dari pendalaman atas aliran uang saweran para kontraktor kepada 11 penerima. Mereka adalah staf menteri menerima Rp10 miliar rentang April 2021-Oktober 2022.
Kemudian, Anang Latif (Rp3 miliar pada Desember 2021); anggota Pokja BTS 4G, M. Feriandi Mirza dan Elvano Hatorangan (Rp2,3 miliar pada medio 2022); dan Latifah Hanum (Rp1,7 miliar pada Maret dan Agustus 2022).
Lalu, Staf ahli anggota Komisi I DPR asal Fraksi Gerindra Sugiono, Nistra Yohan (Rp70 miliar pada Desember 2021 dan medio 2022); Direktur SDM PT Pertamina (Persero), Erry Sugiharto (Rp10 miliar pada medio 2022); dan Windu dan Setyo (Rp75 miliar pada Agustus-Oktober 2022).
Selanjutnya, Edward Hutahaean (Rp15 miliar pada Agustus 2022); Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo (Rp27 miliar pada November-Desember 2022), Walbertus Natalius Wisang (Rp4 miliar pada Juni-Oktober 2022); dan Sadikin (Rp40 miliar).
Sadikin, Anang Latif, Elvano, Feriandi, Natalius, dan Edward telah berstatus tersangka. Anang bahkan telah dijatuhkan vonis 18 tahun penjara serta membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti kerugian negara Rp5 miliar.
Kurniawan melanjutkan, Kejagung masih memiliki pekerjaan rumah (PR) dalam mengusutan kasus korupsi BTS, yakni mengusut aliran penerima saweran. Sebab, belum semuanya ditetapkan sebagai tersangka.
"Kejagung masih punya PR tersisa, yaitu mengungkap aliran dana korupsi BTS ke Komisi I DPR melalui Nistra Yohan," ujarnya. Komisi I DPR merupakan mitra kerja Kominfo.
"NY diketahui sebagai kader Gerindra, sementara Prabowo (Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, red) sedang mencalonkan diri sebagai presiden. Saya khawatir tidak diungkapkannya aliran dana melalui NY ini dijadikan bargain bagi penyidik pascapilpres," imbuhnya.